Dunia medis mendapatkan tantangan baru dari berbagai
penyakit menular. Demam berdarah Dengue, Flu Burung, dan sekarang Flu
Babi, adalah infeksi virus yang sampai sekarang belum ada obatnya. Terapi yang
ada, hanya berfungsi untuk menahan laju replikasi virus. Diperlukan metode dan
teknologi baru untuk mengatasinya. Bioinformatika datang untuk membantu. Apakah
yang bisa dilakukan bioinformatika untuk itu? Mari kita simak. Kemajuan pesat
dari riset biologi molekuler telah menghasilkan data eksperimen proteomik dalam
jumlah masif. Data tersebut disimpan pada database terpusat, seperti SWISS
PROT atau Genbank. Bersamaan dengan itu, hasil kristalografi sinar X
dari protein, disimpan pada database PDB (Protein Data Bank). Aplikasi Modeling
Protein dalam dunia biomedis, kelihatan sangat nyata pada pengembangan anti
retroviral.
Salah satu contohnya, adalah pengembangan obat untuk
HIV/AIDS (Human Immunodeficiency virus). Seperti yang kita ketahui, HIV
memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk integrasi genom virus pada genom
inang, replikasi virus, dan lisis sel inang. Beberapa enzim yang telah
diketahui memiliki peranan sangat penting dalam eksistensi HIV, adalah integrase
dan reverse transcriptase. Integrase berfungsi untuk
mengintegrasikan genom virus pada sel inang, sementara reverse transcriptase
berguna untuk mengkonversi RNA virus menjadi DNA. Titik kritis dalam
pengembangan obat, adalah mencari lead compound yang dapat menjadi
inhibitor pada kedua enzim tersebut. Sebelum dilakukan eksperimen laboratorium,
ada baiknya dilakukan modeling komputer, untuk menentukan lead compound
apa yang cocok sebagai inhibitor.
Secara teknis, modeling tersebut dapat dilakukan dengan dua
tahap:
·
Pertama,
membangun model kinetika reaksi enzim-inhibitor. Dengan memasukkan rumus
perhitungan, maka dapat diketahui apakah inhibitor tersebut bersifat reversibel,
ireversibel, atau non reversibel. Data-data ini akan berguna
untuk pengembangan obat selanjutnya. Kedua,
dan ini tahap yang paling penting, adalah membangun model komputer terhadap
interaksi protein/enzim dengan inhibitor. Model ini bersifat 3D, sehingga
dapat me-render binding site dan catalytic site dari enzim secara
sangat jelas. Interaksi inhibitor dengan kedua situs itu juga dapat dimonitor
dengan jelas. Dalam tahap ini, ikatan yang terlibat pada reaksi, seperti ikatan
kovalen, ionik, atau gaya van der waals, semua dapat dimonitor secara
kuantitatif dan kualitatif. Dalam pembangunan model ini, secara default,
pelarut yang digunakan adalah air. Inhibitor yang dikembangkan, dapat bersifat
sintetik, semi sintetik, atau dari bahan alam. Membangun molekul inhibitor
sintetik, dalam rangka mencari kecocokannya dengan reaksi enzimatik, dapat
dilakukan dengan bantuan software modeling kimia. Jika sudah ditemukan
molekul yang cocok, baru tahap selanjutnya, yang tidak berhubungan langsung
dengan modeling, dapat dilakukan. Langkah ini adalah melakukan sintesis
laboratoris terhadap senyawa tersebut.
Langkah
membangun model kimia inhibitor di komputer, akan sangat menghemat biaya untuk
sintesis laboratoris. Berhubung regen biokimia harganya mahal, maka diperlukan
langkah cerdas untuk penghematan, tanpa harus mengorbankan kualitas riset.
Dengan pertama kali membangun model kimia inhibitor, kemudian mengujinya dalam
model reaksi protein/enzim-inhibitor, dan setelah itu baru melakukan sintesis
inhibitor, maka langkah ini akan menghemat banyak sekali dana penelitian.
dikutip dai: http://sciencebiotech.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar